iMagz.id – Anggota Komisi III DPR Ekstrak Yuliati akan melakukan rapat dengar opini dengan Kejaksaan untuk mangulas permasalahan yang memerangkap 4 Ibu Rumah Tangga (IRT) yang ditahan bersama 2 bayi di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
” Aku akan menegaskan petugas untuk menggunakan restorative justice. Jadi materi RDP( rapat dengar opini),” tutur Ekstrak di Mataram, Selasa, 23 Februari 2021.
Ekstrak sebelumnya bersama Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah tiba ke rutan untuk membenarkan situasi 4 IRT yang ditahan bersama 2 bayi. Ia membenarkan keempat bunda dan 2 balitanya dalam kondisi bagus, sementara penahanannya sudah ditangguhkan.
Walaupun demikian, ia meminta warga tidak mengkooptasi permasalahan itu dengan cuma memojokkan satu pihak.” Jangan jadi anteseden kurang baik. Jangan hingga di setelah itu hari peristiwa semacam itu benak dikooptasi yang ini salah, yang ini betul,” ucapnya.
Ia berkomitmen untuk tidak mengintervensi hukum, melainkan meminta supaya petugas lebih memajukan penanganan hukum dengan cara kekeluargaan ataupun restorative justice.
” Aku tidak mengintervensi jalur hukum. Aku berupaya menegaskan pihak terkait terdapat haknya IRT meminta penangguhan penangkapan. Ketika kita dapat perjuangkan, mengapa tidak,” tuturnya.
Melontarkan atap
4 ibu rumah tangga (IRT) ditahan oleh Kejaksaan Negara Praya karena melontarkan asbes bangunan pengerjaan tembakau (sebelumnya diucap bangunan industri rokok) kepunyaan industri UD Ros di Dusun Wajageseng, Kecamatan Kopang, Cabai Tengah, Nusa Tenggara Barat. 2 dari 4 IRT membuat bayi dan menyusui di dalam bui.
Mereka dibekuk dan ditahan atas dakwaan pengerusakan. Padahal mereka melakukan keluhan karena pemilik industri tidak sempat mengikuti harapan mereka. Banyak kanak- kanak yang sakit dampak pencemaran dari industri. Bahkan, masyarakat sekitar serupa banget tidak dipekerjakan di industri.
Masing- masing IRT asal Dusun Wajageseng, Kecamatan Kopang, Cabai Tengah merupakan Nurul Anugerah (38 tahun), Martini (22 tahun), Fatimah( 38 tahun), dan Hultiah (40 tahun). Mereka ialah masyarakat Desa Eat Nyiur yang diancam artikel 170 KUHP bagian (1) dengan bahaya kejahatan bui selama 5- 7 tahun atas dakwaan pengerusakan. (tya)